Mencari Yang Terbaik: Memahami Konsep 'Better'
Pendahuluan: Apa Itu 'Lebih Better' dan Mengapa Kita Mencarinya?
Konsep 'lebih baik' atau "better" adalah sesuatu yang secara intrinsik kita cari dalam setiap aspek kehidupan kita, guys. Pernah nggak sih kalian ngobrol sama teman terus nyeletuk, "Duh, ini lebih better gimana ya?" Nah, frasa ini, meskipun grammatically mungkin sedikit unik karena menggabungkan bahasa Indonesia dan Inggris secara literal, sebenarnya merefleksikan sebuah naluri universal dalam diri manusia: keinginan untuk selalu meningkat, untuk mencapai kondisi yang optimal, atau sekadar menemukan solusi yang lebih unggul. Kita semua ingin hidup kita lebih baik, pekerjaan kita lebih baik, hubungan kita lebih baik, bahkan kopi pagi kita pun lebih baik dari kemarin. Pertanyaan fundamentalnya adalah, apa sih sebenarnya yang dimaksud dengan "lebih baik" itu sendiri? Dan mengapa kita terobsesi untuk mengejarnya? Dari sudut pandang yang lebih luas, dorongan untuk mencari yang lebih baik ini juga menjadi pondasi bagi kemajuan peradaban. Tanpa keinginan ini, kita mungkin masih hidup di gua tanpa inovasi berarti.
Dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas makna di balik pencarian 'better'. Kita akan menjelajahi bukan hanya definisi _kosakata_nya, tetapi juga implikasi filosofis dan strategi praktis untuk benar-benar mengimplementasikan konsep ini dalam keseharian kita. Dari mulai pemilihan produk yang lebih baik, proses kerja yang lebih efisien, hingga pembangunan diri yang lebih berdaya, semua berakar pada satu tujuan: mencapai level 'better'. Seringkali, apa yang kita anggap 'lebih baik' itu bersifat subjektif, tergantung pada konteks dan preferensi pribadi. Namun, ada juga prinsip-prinsip universal yang bisa kita pakai sebagai panduan. Misalnya, dalam dunia teknologi, sebuah aplikasi yang lebih baik bisa berarti yang lebih cepat, lebih aman, atau lebih mudah digunakan. Di sisi lain, sebuah hubungan yang lebih baik mungkin berarti lebih jujur, lebih suportif, atau lebih saling memahami. Intinya, pencarian 'better' ini adalah perjalanan tanpa akhir yang membuat hidup kita dinamis dan penuh makna.
Kita sering mendengar pepatah, "practice makes perfect," tapi mungkin lebih tepat jika kita bilang "practice makes better." Kesempurnaan mungkin ilusi, tapi peningkatan adalah kenyataan yang bisa kita raih. Jadi, guys, siap-siap ya, kita akan sama-sama menelusuri seluk-beluk konsep 'better' ini agar kita bisa mengaplikasikannya dan membuat setiap pilihan hidup kita menjadi lebih terarah dan lebih memuaskan. Ini bukan sekadar tentang mencari yang paling sempurna, tapi tentang progres—tentang bagaimana setiap hari kita bisa selangkah lebih maju dari kemarin. Apakah itu dalam hal kesehatan, finansial, pendidikan, atau keterampilan baru, semangat untuk menjadi versi yang lebih baik dari diri kita adalah kekuatan pendorong yang luar biasa. Jadi, mari kita selami lebih dalam, apa sih yang membuat sesuatu itu benar-benar lebih baik, dan bagaimana kita bisa terus-menerus mengidentifikasi dan mengejar peningkatan itu dalam kehidupan kita sehari-hari? Yuk, simak terus sampai akhir! Artikel ini akan jadi panduan lengkapmu!
Mengurai Makna 'Better': Lebih dari Sekadar Kata
Ketika kita berbicara tentang makna 'better', sebenarnya kita sedang berbicara tentang sebuah spektrum yang luas, guys. Ini bukan cuma soal perbandingan "baik" vs "lebih baik" dalam kamus bahasa, tapi lebih ke perspektif, prioritas, dan hasil yang diinginkan dari setiap individu atau kelompok. Bayangkan gini, apa yang membuat sebuah ponsel lebih baik? Apakah karena kameranya lebih canggih, baterainya lebih awet, harganya lebih terjangkau, atau justru karena ekosistemnya lebih terintegrasi dengan perangkat lain yang sudah kita punya? Jawabannya bisa jadi berbeda untuk setiap orang, dan di situlah kecantikan dari konsep 'better' ini terletak. Setiap pilihan kita dipengaruhi oleh kebutuhan, nilai, dan juga pengalaman masa lalu yang membentuk pandangan kita tentang apa itu sebuah peningkatan. Tidak ada definisi tunggal yang bersifat absolut, melainkan sebuah pemahaman yang terus-menerus berevolusi seiring dengan perkembangan kita dan lingkungan sekitar.
Secara umum, konsep 'better' sering kali dikaitkan dengan peningkatan kualitas, efisiensi, efektivitas, atau nilai yang diperoleh. Misalnya, dalam konteks produk, sebuah produk yang lebih baik mungkin menawarkan fitur yang lebih lengkap, daya tahan yang lebih tinggi, atau pengalaman pengguna yang lebih mulus dan intuitif. Sementara itu, dalam konteks layanan, layanan yang lebih baik bisa berarti respons yang lebih cepat, solusi yang lebih personal, atau interaksi yang lebih ramah dan empati dari penyedia layanan. Jadi, untuk mengurai makna 'better' ini, kita perlu melihatnya dari berbagai sudut pandang yang komprehensif, mengakui bahwa setiap dimensi memiliki bobotnya sendiri tergantung pada tujuan akhir yang ingin dicapai. Ini menuntut kita untuk berpikir kritis dan tidak terpaku pada satu metrik saja.
Pertama, 'better' bisa berarti peningkatan kinerja. Ini paling jelas terlihat di bidang olahraga, teknologi, atau bahkan dalam pekerjaan sehari-hari. Atlet ingin performa lebih baik, dan para insinyur selalu berusaha membuat mesin lebih cepat atau lebih hemat energi. Kedua, 'better' bisa berarti peningkatan kepuasan atau kebahagiaan. Di sini, kita bicara tentang kualitas hidup secara keseluruhan. Mungkin kita mencari pekerjaan yang lebih baik yang memberi kita kepuasan batin yang lebih besar, atau kita berinvestasi dalam hobi yang membuat kita merasa lebih bahagia dan terisi secara emosional. Ketiga, 'better' bisa berarti pengurangan masalah atau risiko. Ini sangat penting dalam pengambilan keputusan strategis. Perusahaan mencari proses yang lebih baik untuk mengurangi pemborosan atau cacat produksi. Kita sendiri mencari cara lebih baik untuk mengelola keuangan agar terhindar dari utang atau risiko finansial lainnya.
Keempat, 'better' bisa berarti peningkatan aksesibilitas atau inklusivitas. Desain produk yang lebih baik seringkali berarti produk tersebut bisa digunakan oleh lebih banyak orang, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus atau keterbatasan. Ini menunjukkan aspek sosial dari konsep 'better' yang berfokus pada manfaat kolektif. Kelima, 'better' bisa berarti keberlanjutan atau dampak positif lingkungan. Di era modern ini, banyak konsumen dan perusahaan mencari opsi yang lebih baik yang ramah lingkungan, bertanggung jawab secara sosial, dan berkelanjutan dalam jangka panjang. Mereka sadar bahwa 'better' tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk bumi dan generasi mendatang.
Penting untuk diingat, guys, bahwa definisi 'better' sering kali bersifat kontekstual dan relatif. Apa yang 'lebih baik' untuk satu situasi atau individu, mungkin tidak 'lebih baik' untuk yang lain. Fleksibilitas dalam memahami makna 'better' ini sangatlah krusial agar kita tidak terjebak dalam standar yang kaku. Jadi, sebelum kita buru-buru memutuskan sesuatu itu 'lebih baik', ada baiknya kita bertanya pada diri sendiri: "Lebih baik dalam hal apa? Untuk siapa? Dan dengan tujuan apa?" Dengan mempertimbangkan dimensi-dimensi ini, kita bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dan memilih jalan yang benar-benar membawa kita menuju peningkatan yang kita inginkan. Jadi, jangan pernah puas dengan sekadar 'baik', tapi teruslah mencari 'better' dengan pemahaman yang mendalam tentang apa yang sebenarnya kamu butuhkan dan hargai!
Filosofi Peningkatan: Mengapa Kita Selalu Ingin 'Better'?
Fenomena keinginan untuk 'better' ini bukan cuma tren sesaat atau buzzword belaka, guys, melainkan akar dari kemajuan peradaban manusia itu sendiri yang sudah berlangsung ribuan tahun. Dari zaman batu hingga era digital yang serba cepat ini, dorongan untuk melakukan segala sesuatu dengan cara yang lebih baik telah menjadi motor penggerak evolusi kita. Coba deh pikirkan, mengapa manusia purba tidak puas hanya dengan menggunakan batu biasa, tapi kemudian mengasahnya menjadi alat yang lebih tajam dan lebih efektif untuk berburu atau membangun? Atau mengapa kita terus-menerus mencari cara lebih efisien untuk bertani, membangun tempat tinggal yang lebih kokoh, atau berkomunikasi melintasi benua? Jawabannya terletak pada filosofi peningkatan yang tertanam dalam DNA kita, sebuah dorongan intrinsik yang tak pernah padam untuk mencapai hal yang lebih besar dan lebih baik.
Secara psikologis, hasrat akan 'better' bisa dijelaskan oleh beberapa faktor mendasar yang membentuk perilaku dan motivasi kita. Pertama, ada yang namanya kebutuhan akan penguasaan dan kompetensi. Kita merasa puas dan bangga saat kita menguasai suatu keterampilan baru, memecahkan masalah yang sulit, atau menghasilkan sesuatu yang sebelumnya tidak kita sangka bisa. Peningkatan ini memberi kita rasa pencapaian yang mendalam dan harga diri yang meningkat. Ketika kita melakukan sesuatu lebih baik dari sebelumnya, itu memvalidasi kemampuan kita dan mendorong kita untuk terus maju serta mengambil tantangan yang lebih besar. Ini adalah siklus positif yang menguatkan diri kita.
Kedua, ada dorongan untuk menghindari rasa sakit dan mencari kesenangan. Ini adalah prinsip dasar hedonisme yang universal. Jika ada cara lebih baik untuk mencapai tujuan dengan lebih sedikit usaha, lebih sedikit risiko, atau lebih banyak hadiah, tentu kita akan memilihnya. Ini adalah prinsip dasar perilaku manusia yang sangat kuat. Misalnya, mencari metode belajar yang lebih efektif agar ujian tidak terlalu sulit dan hasilnya memuaskan, atau mencari rute perjalanan yang lebih cepat agar tidak terjebak macet dan bisa sampai tujuan tepat waktu. Semua ini adalah upaya untuk meminimalkan ketidaknyamanan dan memaksimalkan pengalaman positif kita sehari-hari.
Ketiga, manusia adalah makhluk sosial yang suka membandingkan diri. Meskipun perbandingan kadang bisa jadi racun jika dilakukan secara tidak sehat, dalam konteks positif, melihat orang lain mencapai hal-hal yang 'better' bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi kita untuk juga meningkatkan diri. Kita terpicu untuk tidak tertinggal dan bahkan berusaha melampaui batas yang ada dalam diri kita. Ini bukan berarti kita harus selalu bersaing secara negatif, tapi lebih kepada semangat untuk terus berkembang bersama komunitas dan lingkungan sosial kita, saling mendorong menuju kebaikan bersama.
Keempat, ada rasa penasaran dan inovasi yang tak ada habisnya. Otak manusia secara alami didesain untuk menjelajahi hal baru dan bereksperimen. Kita tidak pernah puas dengan status quo. Selalu ada pertanyaan "bagaimana jika?" yang mendorong kita untuk mencari cara baru dan lebih baik dalam melakukan sesuatu. Inilah yang melahirkan penemuan-penemuan besar dan kemajuan teknologi yang kita nikmati saat ini, dari penemuan roda hingga internet, semuanya bermula dari keinginan untuk membuat segala sesuatu 'better' dan membuka potensi yang belum terjamah.
Kelima, keinginan akan pertumbuhan pribadi dan aktualisasi diri. Psikolog Abraham Maslow menempatkan aktualisasi diri sebagai puncak hierarki kebutuhan manusia, yaitu dorongan untuk menjadi versi terbaik dari diri kita yang mampu memanfaatkan seluruh potensi. Mencari yang 'better' adalah bagian esensial dari proses ini. Kita ingin belajar lebih banyak, menjadi lebih bijaksana, lebih terampil, lebih berempati, dan lebih memahami diri sendiri serta dunia. Ini adalah perjalanan seumur hidup untuk mengembangkan potensi penuh kita dan meninggalkan warisan yang positif.
Jadi, guys, ketika kita mencari sesuatu yang lebih baik, sebenarnya kita sedang menjalankan program alami yang sudah ada dalam diri kita sejak lahir. Itu bukan kelemahan, melainkan kekuatan fundamental yang memungkinkan kita untuk terus beradaptasi, berinovasi, dan berkembang. Filosofi peningkatan ini adalah motor yang mendorong kita untuk tidak pernah berhenti belajar dan selalu berusaha menjadi versi yang lebih baik dari diri kita sendiri dan membuat dunia di sekitar kita lebih baik pula. Ini adalah esensi keberadaan kita sebagai manusia.
Strategi Praktis Mencapai 'Better' dalam Hidup dan Pekerjaan
Oke, guys, setelah kita mengulik habis apa itu konsep 'better' dan mengapa kita terdorong untuk mengejarnya, sekarang saatnya kita masuk ke ranah yang paling ditunggu-tunggu: strategi praktis untuk benar-benar mencapai kondisi yang lebih baik itu dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja. Ini bukan sekadar omong kosong, tapi langkah-langkah konkret yang bisa langsung kamu terapkan untuk melihat perubahan nyata. Ingat ya, perjalanan menuju 'better' itu maraton, bukan sprint, jadi konsistensi, kesabaran, dan kemauan untuk terus mengevaluasi adalah kunci utama untuk mencapai tujuan yang kamu inginkan. Tanpa rencana aksi yang jelas, keinginan untuk menjadi lebih baik hanya akan menjadi harapan kosong yang menggantung dan kamu akan merasa stagnan.
Pertama dan yang paling krusial, kamu harus mendefinisikan 'better' secara jelas dan spesifik untuk dirimu dalam konteks yang ingin kamu tingkatkan. Jangan puas dengan tujuan yang kabur seperti "Saya ingin hidup lebih baik." Itu terlalu abstrak dan tidak memberimu arah yang konkret. Ubah menjadi sesuatu yang terukur dan spesifik, misalnya, "Saya ingin lebih sehat dengan rutin berolahraga 3 kali seminggu selama 30 menit dan mengurangi konsumsi gula dalam 3 bulan ke depan." Dengan menetapkan tujuan yang SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound), kamu punya peta jalan yang jelas untuk diikuti. Setelah itu, identifikasi area-area mana yang paling mendesak dan relevan untuk kamu tingkatkan. Lakukan analisis diri yang jujur atau audit pekerjaanmu. Apa yang saat ini menjadi penghambat? Apa yang bisa dioptimalkan? Mengenali kekurangan adalah langkah awal yang fundamental menuju peningkatan yang efektif. Kamu bahkan bisa bertanya pada orang terdekat atau rekan kerja untuk mendapatkan perspektif tambahan yang mungkin terlewat olehmu.
Selanjutnya, investasikan dirimu dalam pembelajaran berkelanjutan—ini dia yang kita sebut upskill dan reskill. Dunia terus bergerak cepat, guys, jadi pengetahuan dan keterampilan kita juga harus terus di-update dan disesuaikan. Jangan pernah merasa cukup dengan apa yang sudah kamu tahu, karena ada begitu banyak hal baru yang bisa dipelajari. Ambil kursus online, rajin membaca buku-buku relevan, ikuti webinar, cari mentor, atau bergabunglah dengan komunitas yang positif dan suportif. Ingat, rasa ingin tahu yang tak pernah padam dan semangat untuk terus mengasah diri adalah bahan bakar utama untuk perbaikan berkelanjutan dalam setiap aspek kehidupan dan pekerjaanmu, membantu kamu tetap relevan dan kompeten di tengah perubahan. Setelah kamu punya tujuan dan modal ilmu, terapkan pendekatan iteratif: coba sesuatu yang baru, evaluasi hasilnya dengan kritis dan objektif, dan perbaiki apa yang kurang. Jangan pernah takut gagal, karena kegagalan adalah guru terbaik yang mengajarkanmu cara yang lebih efektif di percobaan berikutnya. Ini adalah proses adaptasi dan inovasi yang tiada henti, membawa kamu selangkah demi selangkah menuju better version dirimu.
Terakhir, jangan lupakan kekuatan umpan balik dan konsistensi. Cari umpan balik konstruktif dari orang-orang terpercaya—teman, rekan kerja, atasan, atau mentor. Mereka bisa melihat blind spot yang tidak kita sadari, memberikan perspektif berharga yang membantu kita tumbuh. Terbuka terhadap kritik adalah tanda kedewasaan dan langkah signifikan menuju better version dirimu. Dan yang tak kalah penting, fokus pada proses dan konsistensi daripada hanya terpaku pada hasil akhir yang instan. Perbaikan kecil yang dilakukan secara rutin akan menghasilkan perubahan besar dan transformatif seiring waktu. Dengan menerapkan strategi-strategi praktis ini secara konsisten, kamu tidak hanya akan berharap untuk menjadi lebih baik, tapi juga secara aktif membangun jalan menuju versi dirimu yang lebih unggul, lebih produktif, dan lebih memuaskan. Jadi, ayo, mulai dari sekarang, tentukan 'better' versi kamu dan jalankan strateginya dengan penuh semangat dan disiplin!
Menemukan Keseimbangan: Kapan 'Good Enough' Itu 'Better'?
Dalam perjalanan mengejar 'better' yang tiada henti, ada satu poin krusial yang seringkali terlewatkan, guys: menemukan keseimbangan. Ya, meskipun dorongan untuk meningkatkan diri itu hebat dan sangat diperlukan untuk kemajuan, ada saatnya kita perlu bertanya pada diri sendiri, "Kapan sih 'good enough' itu sebenarnya 'better'?" Ini bukan berarti kita jadi malas atau cepat puas dengan hasil yang medioker, lho. Justru ini tentang kebijaksanaan untuk mengetahui kapan harus terus berjuang untuk perbaikan dan kapan harus menerima bahwa apa yang sudah ada itu sudah cukup optimal, terutama jika mengejar kesempurnaan mutlak justru akan membawa dampak negatif yang lebih besar daripada manfaatnya. Pemahaman ini adalah kunci untuk menjaga produktivitas dan kesejahteraan.
Konsep 'good enough' ini sangat penting untuk menjaga kesehatan mental dan efisiensi kita dalam jangka panjang. Seringkali, kita terjebak dalam lingkaran perfeksionisme yang tak ada habisnya. Kita terus-menerus mencari celah, memperbaiki detail yang mungkin tidak signifikan atau bahkan tidak akan pernah diperhatikan orang lain, hanya untuk menemukan bahwa energi, waktu, dan sumber daya lain yang kita curahkan itu tidak sebanding dengan peningkatan marginal yang didapat. Dalam dunia bisnis atau proyek, ini sering disebut diminishing returns. Artinya, setelah titik tertentu, upaya tambahan yang kita berikan tidak lagi menghasilkan keuntungan yang proporsional, atau bahkan bisa jadi merugikan karena menguras sumber daya penting yang seharusnya bisa dialokasikan ke hal lain yang lebih strategis. Misalnya, mengedit presentasi laporan kerja selama berjam-jam hanya untuk mengubah warna font atau tata letak yang hampir tidak terlihat oleh audiens, itu mungkin bukan penggunaan waktu yang 'better'.
Jadi, bagaimana kita tahu kapan 'good enough' itu sudah 'better'? Pertama, pertimbangkan tujuan utama dan standar yang realistis dari proyek atau tugas yang sedang kamu kerjakan. Jika tujuanmu adalah meluncurkan produk minimal viable product (MVP) untuk menguji pasar dan mendapatkan umpan balik awal, maka fokuslah pada fungsionalitas inti yang bekerja dengan baik dan stabil, bukan pada fitur-fitur tambahan yang bisa ditambahkan nanti setelah validasi pasar. Mencoba untuk menyempurnakan setiap detail pada tahap awal bisa menunda peluncuran, membuatmu kehilangan momentum, dan bahkan membuang-buang potensi berharga. Realisme adalah kunci di sini.
Kedua, evaluasi biaya versus manfaat dari setiap peningkatan tambahan yang ingin kamu lakukan. Apakah manfaat yang kamu dapatkan (misalnya, sedikit peningkatan kualitas, estetika, atau performa) sepadan dengan biaya yang dikeluarkan (waktu, tenaga, uang, bahkan stres mental dan emosional)? Jika jawabannya tidak, atau jika biaya melampaui manfaat, maka mungkin saatnya untuk berhenti dan mendeklarasikan bahwa ini sudah 'good enough'. Ini adalah keputusan strategis yang cerdas, bukan tanda menyerah. Ketiga, dengarkan dirimu sendiri dan sinyal yang diberikan oleh tubuh serta pikiranmu. Apakah kamu merasa sudah terlalu lelah atau terlalu stres karena terus mengejar kesempurnaan yang tak berujung? Kesehatan fisik dan mentalmu adalah aset yang paling berharga dan tidak bisa dikompromikan. Terkadang, mengambil jeda, bernapas, dan menerima bahwa kamu sudah melakukan yang terbaik saat ini adalah keputusan yang paling 'better' untuk kesejahteraanmu secara keseluruhan. Ingat, progress, not perfection. Adakalanya, menyelesaikan pekerjaan dengan kualitas yang baik dan tepat waktu itu lebih 'better' daripada terus menunda karena ingin mencapai kesempurnaan yang tak terjangkau. Ini adalah tentang strategi dan prioritas, guys, sebuah seni menyeimbangkan ambisi dengan realitas. Jadi, belajarlah untuk menghargai upaya dan mengenali batas, karena di situlah letak kebijaksanaan dalam pencarian 'better' yang sejati, yang membawa kita pada keberlanjutan dan kebahagiaan.
Kesimpulan: Perjalanan Menuju Versi 'Better' Diri Kita
Guys, kita sudah berkelana cukup jauh dalam memahami konsep 'better' ini, dari mulai akar keinginan kita untuk meningkat, berbagai interpretasi maknanya yang kaya, hingga strategi praktis untuk mencapainya, bahkan sampai pada kebijaksanaan untuk mengetahui kapan 'good enough' itu adalah yang 'better' itu sendiri. Semoga perjalanan ini memberimu perspektif baru dan semangat baru untuk terus berkembang dan tidak pernah merasa puas pada satu titik saja. Intinya, pencarian 'better' bukanlah sebuah tujuan akhir yang statis yang bisa kita raih sekali lalu selesai, melainkan sebuah perjalanan yang berkelanjutan, dinamis, dan tak terbatas di sepanjang hayat kita. Ini adalah sebuah mindset—cara pandang yang mendorong kita untuk tidak pernah berhenti belajar, beradaptasi, dan mengoptimalkan setiap aspek kehidupan kita, baik personal maupun profesional.
Versi 'better' dari diri kita itu terbentuk di setiap pilihan kecil yang kita buat setiap hari, guys: memilih untuk belajar hal baru alih-alih berdiam diri dalam zona nyaman, memilih untuk memaafkan kesalahan orang lain maupun diri sendiri yang seringkali sulit, memilih untuk mencoba lagi setelah mengalami kegagalan dan bangkit lebih kuat, atau memilih untuk beristirahat saat tubuh dan pikiran kita sudah lelah dan butuh pemulihan. Setiap tindakan, sekecil apapun, yang didasari niat untuk menjadi lebih baik, akan mengakumulasi dan secara perlahan tapi pasti membentuk kita menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih bahagia. Ingat ya, perfection is a myth—kesempurnaan itu mungkin hanya ilusi yang mengecoh, tapi progress is always possible—kemajuan selalu ada di genggaman kita dan dapat kita wujudkan. Jadi, teruslah melangkah maju, dengan hati yang terbuka terhadap kemungkinan baru dan pikiran yang ingin tahu akan setiap ilmu yang bisa dipelajari. Nikmati setiap proses peningkatan, dan jangan lupa untuk menghargai setiap pencapaian kecil di sepanjang jalan, karena itu adalah bukti nyata dari progresmu yang tak kenal lelah. Pada akhirnya, menjadi 'better' itu adalah tentang menjadi lebih otentik dengan diri sendiri, lebih bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitar, dan lebih puas dengan siapa kita dan apa yang telah kita lakukan. Teruslah berjuang untuk menjadi versi terbaik dari dirimu, setiap hari!